Hidupku yang sudah kacau makin bertambah kacau lagi dengan hadirnya Udin
dengan kikapnya yang berbeda kepadaku. Bukan hanya Wahyu dan Angga, tapi
sekarang Udin juga sudah menjadi korbanku atau aku yang sebenarnya yang telah
menjadi korban dia nie?
Awal mula aku mengemut titit juga titit Udin yang pertama kali masuk
kedalam mulutku. Aku yang telah memulai semua ini dengan si dua bocah
bersaudara Wahyu dan Angga, sekarang bertambah lagi satu bocah yang umurnya
Cuma 2 tahun dibawah aku. Dia adalah si Udin.
Pada awalnya aku yang iseng ingin mengerjai si Udin dan akhirnya aku yang
tidak bisa lepas dari permainannya. Aku kalah dalam permainan yang ku kira aku
yang memulainya, tapi ku rasa aku sudah di dalam permainan si Udin.
****
Masih dalam gudang yang penuh dengan barang-barang yang tidak terpakai, aku
masih berduaan di tempat yang sempi itu bersama Udin. Perasaan dek-dekan
mendengar penawaran yang telah dilontarkannya tadi, akan kah aku menerimanya?
Kali ini aku telah kena skak mat sama si Udin. Aku tidak bisa
menyembunyikan bahwasannya aku bersedia untuk memenuhi persyaratannya yang
telah dibuatnya. Dada ini berdegup dengan kencang.
Suasana sore itu masilah sangat tenang, tapi aku juga merasa was-was karena
abi bisa kapan saja masuk kedalam tempat ini. Tapi aku tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan kali ini. Aku harus bisa, itu yang ku pikirkan.
Bisa untuk main game berat bersama Udin.
****
“Gimana Om?” tanya Udin.
“Ya udah.” Jawabku.
Sekali lagi aku menurunkan kecelanaku dan mengeluarkan si otong lagi.
Aku duduk di sebelah kiri Udin di atas
dipan kayu itu. Perlahan kepala Udin mulai menunduk ke arah perutku dan ke
bawah lagi.
“Plop”
Aku merasakan ketenangan walau awalnya masih canggung. Sebuah perasaan yang
tak bisa tergambarkan ku rasakan menjalar diseluruh tubuhku. Rasa ini hampir
sama dengan rasa yang kemaren ketika aku masih bersama Wahyu dan Angga, tapi
ini lebih dasyat lagi.
Hangat, lembut, basah, geli dan bertenaga.
Aku perlahan terbawa oleh permainan Udin. Aku merasa pergi ke tempat yang
jauh dan sangat indah. Sebuah perasaan tenang yang tak bisa tergambar tapi
sangat jelas ku rasakan, aku bahagia.
“Udah om.” Kata Udin memecah lamunanku.
“Eh... cepat amat?” tanyaku.
“Jadi mau berapa lama om?” tanya Udin untuk membatasi kontrak itu.
“10 kali.” Jawabku.
“Lamanya harus sama seperti ini juga ya!” pintaku.
“Tadi kan udah 1 om, jadi tinggal 9 ya.” Udin memperjelas.
“Iya.” Jawabku lagi.
Udin pun mulai melakukan aksinya lagi sama seperti yang dilakukannya
sebelumnya. Kembali aku merasakan getaran yang ku rasakan sebelumnya kembali.
Cukup lama juga Udin melakukan aksinya, sekitar 30 menit. Pikiranku seolah-olah
menerawang ke langit bebas, karena belum pernah kurasakan hal yang yang tidak
bisa ku jelaskan ini.
“Udah selesai om.” Kembali Udin menghentikan aksinya.
“Loh... kok dah selesai?” tanyaku.
“Kan udah selesai 10 kali om.” Jawab Udin dengan senyum penuh makna.
“Lagi lah!” bujukku.
“Boleh, tapi nanti kasi duitnya juga dobel.” Pintanya.
Aku terdiam, saat itu aku tidak memegang uang kecuali yang dimintanya saja.
Aku harus putar otak untuk membujuknya, habis gimana lagi dah tanggung nie dah
setengah jalan.
“Kalau yang satu lagi om kasi besok gimana?” aku berusaha nego.
“Ah om... aku maunya sekarang. Kalau mau kasi
besok, ya besok aja mainnya lagi.” Jawab Udin menolah negoku.
Waduh... gimana nie? Kalau ngocok sendiri jadi udah enggak enak lagi nie,
tapi aku dah nggak ada duit lagi. Apa yang harus ku lakukan aku tidak mengerti
lagi.
****
Berfikir sejenak untuk menerima tawarannya, tapi aku sudah kehabisan duit
nie. Apa yang harus ku lakukan untuk menyambung nafas ini yang tinggal setengah
lagi, sudah tanggung untuk berhenti di sini. Aku harus putar otak untuk
mendapatkan sensasi ini lagi.
“Gimana om?” tanya Udin.
“Gimana kalau besok aja om kasi tambahannya.” jawabku.
“Kalau besok, ya besok aja kita lanjut.” dia menjawab begitu dengan senyuman penuh
arti.
“Gini aja om, aku ada syarat lagi.” ketus Udin.
Udin memberikan sebuah persyaratan baru yang tak pernah terpikirkan olehku.
Dan hal ini tak pernah jug aku lakukan dalam hidupku. Sesuatu yang membuatku
bimbang dan ragu.
Kami masih terduduk di atas dipan kayu. Si otong milikku belum lagi
kusarungkan karena aku berharap ada sesuatu keajaiban agar dia mendapatkan
sangkarnya yang baru, yang lebih hangat dan lembut. Tapi persyaratan baru Udin
membuatku tidak habis pikir.
Kenapa bocah seperti dia ini sudah berfikiran seperti itu?
Entahlah aku tidak bisa mengerti, tapi aku sudah tidak tahan lagi. Permainan
sudah dimulai dan aku masih belum mau mengakhirinya. Aku akan melanjutkan
persyaratannya.
Sebuah persyaratan baru.
Persyaratannya adalah...
“Aku mau emut titit om kalau om mau emut titit aku
juga” dengan enteng Udin
mengatakannya kepadaku.
Aku tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginannya itu.
“Iya deh.” Jawabku.
Udin langsung menyambarsi otong milikku dan juga berusaha menurunkan
celananya kembali.
Di atas dipan kayu aku berbaring terbalik bersama Udin. Dia sepertinya
sedang asik mengemut si otong milikku sedangkan aku masih ragu untuk mengemut
si otong miliknya. Tapi kalau tidak ku lakukan, aku telah melakukan sesuatu
yang tidak adil.
Titit kecil dan imut itu sekarang sudah berada di hadapanku, sedangkan si
otong milikku sudah habis dilahap si Udin. Dengan memejamkan mata aku
memasukkan titit udin ke mulutku dan mulai mengemutnya. Rasanya tidak buruk
juga. Walau tidak ada rasa manis di sana, tapi entah mengapa aku menyukainya. Aku
pun mulai terbawa permainan si Udin yang awalnya akulah yang memulainya. Tak ku
sadari bahwasannya inilah yang ku ketahui pda akhirnya adalah posisi enam
sembilan. Sekali lagi aku merasakan rasa tenang itu, sangat tenang.
Cukup lama kami melakukan hal itu, sampai aku merasakan ada sesuatu yang
ingin keluar lagi untuk yang kedua kalinya. Aku mencabut si otongku dari tempat
persemayaman barunya dan melepaskannya dari kehangatan mulut Udin. Akhirnya keluarlah
partikel bahagia itu belambung tinggi lagi, masih cukup banyak dan kini aku
benar-benar lelah.
****
Akhir dari semua kejadian ini ku berikan si Udin duit yang ku janjikan tadi
dan dia membalas dengan senyumnya saja penuh arti. Sebelumnya aku sudah
menaikkan celanaku kembali dan menyarungkan si otong pada tempatnya. Hari ini
si otongku sudah bekerja sangat keras, biarlah dia beristirahat sejenak. Hari ini
aku sangat bahagia, sangat bahagia.
****
“Dunia ini terkadang menyimpan banyak rahasia yang
tak terduga-duga. Setiap pilihan yang berbeda maka kejutanya akan berbeda pula.
Ada segudang cerita di dalm sebuah perjalanan panjang. Dan inilah kisah kakak
itu. Kisah kakak bermulai di sini.”