Kamis, 03 Desember 2015

HAMDANI KECIL (Chapter 5)

Sadar atau tidak sadar, aku lebih suka memperhatikan teman-temanku yang laki-laki yang cakep dan imut. Aku juga sering perhatikan anak laki-laki yang imut. Aku juga sering perhatikan anak laki-laki yang imut kalu lagi di kampung dan seringnya bermain bersama anak-anak. Wajar saja karena aku tidak boleh sembarangan berteman karena kebanyakan teman-temanku rusak semua.
“Aku juga dah mulai rusak juga nie di sisi yang lain. Hadeh....”
Abi sering marah kalau aku berteman dengan teman-teman aku itu karena bereka di mata abi hanya anak-anak nakal, yang tidak diperhatikan orang tuanya. Memang sih waktu itu keadaan kampun sangat tidak kondusif dan memperihatinkan. Remaja kampungku itu terkenal dengan dengan remaja yang buruk yang hobi bergelek (ganja).
“Aduh... emang bahaya kalau pas sama mereka terus mereka bergelek dan datang polisi, bisa berabe hidup kakak dalam bui. Ih... nggak mau ah.”
Untuk itu aku lebih amannya main sama yang umuran di bawah aku itung-itung menjaga mereka dan mengarahkan mereka. Aku di mata warga kampungku adalah anak yang baik. Warga juga sayang sama aku dan selalu berbuat baik kepadaku karena aku dekat dengan anak-anak mereka dan sering membibing anak-anak mereka.
“Tapi kalau di pikir-pikir, kakak juga yang akhirnya mengahancurka masa anak-anak mereka ya kan dek?”
“Oke kita bahas Hamdani aja ya.”



















****
Hamdani kecil... masih ku ingat sekali waktu itu. Anak pemilik rental playstation yang masih imut-imut dan waktu aku masih duduk di bangku SMP kelas VII atau yang dulu disebut kelas 1 SMP. Memperhatika hamdani yang waktu itu masih belum sekolah dengan rambutnya yang sebahu berlarian ditengah riuhnya anak-anak SMP yang sedang asyik main playsatation. Aku tidak tertarik memperhatikan anak cewek pikirku. Karena secara fisikis, Hamdani terlihat seperti anak perempuan dengan rambut yang sebahu gitu.
“Kalau anak dengan rabut sebahu kan identik dengan anak perempuan kan dek? Waktu itu kakak juga belum tahu nama bocah itu adalah Hamdani.”
Tapi pada suatu sore yang indah di mana teletubies berkumpul... eh, bukan. Pada suatu sore hari yang indah, waktu itu hamdani lagi di mandikan abangnya. Hamdani berlari keluar dari kamar mandi setelah selesai mandi dan masih basah. Abangnya juga menghanduki Hamdani di luar kamar mandi dan akhrinya aku tahu kalau hamdani bukan anak cewek.
“Itu... kakak kenal dengan itu, gantungan kunci pribadi milik Hamdani. Hahaha... masih unyu.”
Tapi kala itu kita belum dekat. Aku masih seru seruan aja dengan main playstation sendiri. Aku nggak suka anak cewek, meski Hamdani anak laki tapi tetap aja terkesan cewek dengan rambut sebahu dengan poni.
****
Hari pertama masuk kelas VIII ya, aku ingat masa itu juga. Walau kelas VIII itu kelasnya terpisah dengan bangunan utama sekolah tepatnya di pinggir pusat keramaian kota kecil kami. Gedung kelas VIII itu tidak melintasi tempat aku bermain playstation biasanya alias tidak melewati rumah Hamdani, beda arah. Tapi hari itu kan pulang cepat, jadi aku usahakan untuk main playstation di awal hari sekolahku di kelas VIII.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke rentat playstation karena tidak terlalu jauh sih. Senang sekali bisa pulang cepat walau pun tidak begitu cepat sih. Tapi ada yang baru di tempat penyewaan playstation itu.
“Ada anak laki-laki kecil yang imut dengan pangkasan pendek. Wah... kayak baru pertama kali kakak liat nie bocah, walau sebenarnya udah sering sih. Ya... anak itu adalah Hamdani yang memakai seragam putih merah. Wah... terlihat Hamdani itu lebih laki dan emang laki kan dek. Hehehehe....”
Semakin hari aku semakin akrab dengan Hamdani dan menghabiskan main game berdua, kami terlihat seperti abang dan adik. Main playstation berdua, beli jajan berdua, dan jalan-jalan naik sepeda pun berdua. Aku sering mengajaknya membeli kepingan VCD game playstation di kota kecil kami dengan mengendarai sepeda. Biasa aku pergi naik sepeda BMX yang ada standartnya di belakan, jadi dia berdiri di situ sambil memelukku. Dan kami semakin akrab saja.
“Walau kulit Hamdani itu tidaklah putihalias berkulit agak gelap tapi nggak pekat-pekat amat kok, kulitnya bersih. Kakak sangat menyukainya dan menyayanginya, karena kakak inginnya sih punya adek laki-laki yang bisa diajak main dan berpetualang bersama dan bersama Hamdani kakak bisa berpetualang di dunia game bersamanya dan sekitar kota kecil kami. Sekarang dia udah gedek, dah kelas XII SMK TSM (Teknik Sepeda Motor). Wah... adek kakak dah gedek ya? Kita masih akrab sampai sekarang kok walau jarang jumpa. Mudah-mudahan dia sehat-sehat saja ya, kakak akan selalu mendoakan kebaikan untuknya.”
****
Mengenal keluarga Hamdanimerupakan kebahagiaan tersendiri bagiku. Aku merasakan bahwa aku juga termasuk salah satu dari keluarga ini. Dengan bersama keluarga ini aku bisa menghilangkan sedikitnya kesedihanku di rumah. Ini adalah rumah keduaku.
Hamdani memiliki 3 orang kakak laki-laki dan tidak memiliki seorang pun saudari. Semua kakak Hamdani sangat menyayanginya, termasuk juga aku yang selalu menyayanginya. Hamdani sekarang sudah menganggap aku sebagai kakak nya sendiri dan aku juga menganggapnya sebagai adekku sendiri.
“Kakak sangat senang sekali bisa bermain dengan Hamdani, tapi sekarang jarak kita dah jauh. Kakak di ibu kota kuliahnya dan dia di kampung sekolahnya. Kalau ketemuan dia sama kakak, dia hanya cium tangan kakak aja. Begitu. Tak mengapa, kakak tetap sayang kok meski jarang jumpa. Hehehe....”
****
“Memiliki orang yang kita cintai membuat kita bisa bertahan kerasnya dunia ini. Mereka bisa menjadi obat penawar rasa sakit di hati ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar