Sadar atau tidak sadar, aku lebih suka memperhatikan teman-temanku yang
laki-laki yang cakep dan imut. Aku juga sering perhatikan anak laki-laki yang
imut. Aku juga sering perhatikan anak laki-laki yang imut kalu lagi di kampung
dan seringnya bermain bersama anak-anak. Wajar saja karena aku tidak boleh
sembarangan berteman karena kebanyakan teman-temanku rusak semua.
“Aku juga dah mulai rusak juga nie di sisi yang
lain. Hadeh....”
Abi sering marah kalau aku berteman dengan teman-teman aku itu karena bereka
di mata abi hanya anak-anak nakal,
yang tidak diperhatikan orang tuanya. Memang sih waktu itu keadaan kampun
sangat tidak kondusif dan memperihatinkan. Remaja kampungku itu terkenal dengan
dengan remaja yang buruk yang hobi bergelek (ganja).
“Aduh... emang bahaya kalau pas sama mereka terus
mereka bergelek dan datang polisi, bisa berabe hidup kakak dalam bui. Ih...
nggak mau ah.”
Untuk itu aku lebih amannya main sama yang umuran di bawah aku itung-itung
menjaga mereka dan mengarahkan mereka. Aku di mata warga kampungku adalah anak
yang baik. Warga juga sayang sama aku dan selalu berbuat baik kepadaku karena
aku dekat dengan anak-anak mereka dan sering membibing anak-anak mereka.
“Tapi kalau di pikir-pikir, kakak juga yang
akhirnya mengahancurka masa anak-anak mereka ya kan dek?”
****
Hamdani kecil... masih ku ingat sekali waktu itu. Anak pemilik rental
playstation yang masih imut-imut dan waktu aku masih duduk di bangku SMP kelas
VII atau yang dulu disebut kelas 1 SMP. Memperhatika hamdani yang waktu itu
masih belum sekolah dengan rambutnya yang sebahu berlarian ditengah riuhnya
anak-anak SMP yang sedang asyik main playsatation. Aku tidak tertarik
memperhatikan anak cewek pikirku. Karena secara fisikis, Hamdani terlihat
seperti anak perempuan dengan rambut yang sebahu gitu.
“Kalau anak dengan rabut sebahu kan identik dengan
anak perempuan kan dek? Waktu itu kakak juga belum tahu nama bocah itu adalah
Hamdani.”
Tapi pada suatu sore yang indah di mana teletubies berkumpul... eh, bukan.
Pada suatu sore hari yang indah, waktu itu hamdani lagi di mandikan abangnya.
Hamdani berlari keluar dari kamar mandi setelah selesai mandi dan masih basah.
Abangnya juga menghanduki Hamdani di luar kamar mandi dan akhrinya aku tahu
kalau hamdani bukan anak cewek.
“Itu... kakak kenal dengan itu, gantungan kunci
pribadi milik Hamdani. Hahaha... masih unyu.”
Tapi kala itu kita belum dekat. Aku masih seru seruan aja dengan main
playstation sendiri. Aku nggak suka anak cewek, meski Hamdani anak laki tapi
tetap aja terkesan cewek dengan rambut sebahu dengan poni.
****
Hari pertama masuk kelas VIII ya, aku ingat masa itu juga. Walau kelas VIII
itu kelasnya terpisah dengan bangunan utama sekolah tepatnya di pinggir pusat
keramaian kota kecil kami. Gedung kelas VIII itu tidak melintasi tempat aku
bermain playstation biasanya alias tidak melewati rumah Hamdani, beda arah.
Tapi hari itu kan pulang cepat, jadi aku usahakan untuk main playstation di
awal hari sekolahku di kelas VIII.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke rentat playstation karena
tidak terlalu jauh sih. Senang sekali bisa pulang cepat walau pun tidak begitu
cepat sih. Tapi ada yang baru di tempat penyewaan playstation itu.
“Ada anak laki-laki kecil yang imut dengan pangkasan
pendek. Wah... kayak baru pertama kali kakak liat nie bocah, walau sebenarnya
udah sering sih. Ya... anak itu adalah Hamdani yang memakai seragam putih
merah. Wah... terlihat Hamdani itu lebih laki dan emang laki kan dek.
Hehehehe....”
Semakin hari aku semakin akrab
dengan Hamdani dan menghabiskan main
game berdua, kami terlihat seperti abang dan adik. Main playstation berdua,
beli jajan berdua, dan jalan-jalan naik sepeda pun berdua. Aku sering
mengajaknya membeli kepingan VCD game playstation di kota kecil kami dengan
mengendarai sepeda. Biasa aku pergi naik sepeda BMX yang ada standartnya di
belakan, jadi dia berdiri di situ sambil memelukku. Dan kami semakin akrab
saja.
“Walau kulit Hamdani itu tidaklah putihalias
berkulit agak gelap tapi nggak pekat-pekat amat kok, kulitnya bersih. Kakak
sangat menyukainya dan menyayanginya, karena kakak inginnya sih punya adek
laki-laki yang bisa diajak main dan berpetualang bersama dan bersama Hamdani
kakak bisa berpetualang di dunia game bersamanya dan sekitar kota kecil kami.
Sekarang dia udah gedek, dah kelas XII SMK TSM (Teknik Sepeda Motor). Wah...
adek kakak dah gedek ya? Kita masih akrab sampai sekarang kok walau jarang
jumpa. Mudah-mudahan dia sehat-sehat saja ya, kakak akan selalu mendoakan
kebaikan untuknya.”
****
Mengenal keluarga Hamdanimerupakan kebahagiaan tersendiri bagiku. Aku
merasakan bahwa aku juga termasuk salah satu dari keluarga ini. Dengan bersama
keluarga ini aku bisa menghilangkan sedikitnya kesedihanku di rumah. Ini adalah
rumah keduaku.
Hamdani memiliki 3 orang kakak laki-laki dan tidak memiliki seorang pun
saudari. Semua kakak Hamdani sangat menyayanginya, termasuk juga aku yang
selalu menyayanginya. Hamdani sekarang sudah menganggap aku sebagai kakak nya
sendiri dan aku juga menganggapnya sebagai adekku sendiri.
“Kakak sangat senang sekali bisa bermain dengan
Hamdani, tapi sekarang jarak kita dah jauh. Kakak di ibu kota kuliahnya dan dia
di kampung sekolahnya. Kalau ketemuan dia sama kakak, dia hanya cium tangan
kakak aja. Begitu. Tak mengapa, kakak tetap sayang kok meski jarang jumpa.
Hehehe....”
****
“Memiliki orang yang kita cintai membuat kita bisa
bertahan kerasnya dunia ini. Mereka bisa menjadi obat penawar rasa sakit di
hati ini.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar