Minggu, 06 Desember 2015

RAPTOR (Chapter 7)

Hidup ini menjadi indah dan tak ada yang menjadi beban pikiran kalau kita bisa bebaskan diri dan hidup ini, dan melakukan apa yang disukai sesuka hati ini. Aku adalah angin yang terbang bebas dan bergerak sesuka hatiku. Kini aku telah melampaui batas dinding yang mengekangku, aku hidup bagaikan angin.
****
Hidup dengan di kelilingi bocah dan bocah-bocah di kampung sangat suka bermain denganku. Sudah menjadi rutinitas aku bermain bersama bocah-bocah di kampung. Dan bagi orang tua mereka hal itu tidaklah masalah, karena mereka mengetahui kalau aku itu sangat menyayangi anak-anak kecil. Tidak ada seorang pun bocah di kampung aku yang tidak kenala dengan aku dan tidak ada satu bocah pun di kampung kecuali aku mengetahui namanya. Hidup dan tumbuh berkembang bersama bocah, aku rela menghabiskan uang jajanku demi membahagiakan bocah-bocah itu. Aku menyukai mereka semua.
Tapi...
Sebenarnya ada bahaya yang mengincar mereka.
Ada sesuatu yang hidup di dalam diri ini yang mengincar mereka.
Dia tumbuh bersamaku juga dan bersama bocah-bocah itu juga.
Dia adalah...
Raptor....

Yang siap memangsa bocah-bocah itu.
“Wah... kakak kayakny aingin berubah menjadi Raptor nie yang sepertinya akan membahayakan bocah-bocah di kampung nie.”
****
Puncak... telah sampai puncaknya nafsu yang tidak terarahkan ini. Tanpa pengetahuan dan pengawasan dari orang dewasa lainnya karena semua keluargaku sibuk-sibuk sendiri dengan kegiatan mereka masing-masing. Dengan leluasa aku bermain bersama-anak itu yang terlihat tidak membahayakan tapi sebenarnya keberadaanku sangat mengancam mereka.
Dua bocah yang sering main kerumahku adalah Angga dan Wahyu. Mereka sering bermain kerumahku karena ibu Angga bekerja untuk bantu-bantu umi yang di dapur untuk dagangan umi. Umi biasanya jualan sarapan pagi, jual nasi dan sayur kalau siang dan jualan bandrek (minuman jahe tradisional) ketika malam. Wahyu adal sepupu Angga yang biasa mereka berdua menghabiskan waktu mereka di rumahku. Keseharian mereka hanya nonton TV aja di rumahku biar tidak mengganggu ibu Angga di dapur.
“Biasanya sih kakak dekati mereka dengan memberikan jajan aja kepada mereka. Mereka kalau di suruh apa aja nurut asal perut mereka kenyang maka semua tak masalah. Hadeh... kasihan mereka ini tak tahu apa-apa. Karena mereka akan kakak mangsa sebentar lagi.”
****
Kalau nonton TV di rumahku biasanya aku yang selalu menemani mereka, karena yang suka siaran anak-anak kan juga aku. Aku merasa dekat dengan mereka karena memiliki kesamaan yaitu sama-sama suka lihat film anak-anak seperti film kartun anak, power ranggers, satria baja hitam dan yang lainnya. Biasanya mereka kalau nonton TV dekat aku dan ku pangku-pangku dan mulut mereka ku sumpeli jajanan yang banyak. Dan kegiatan ini biasanya hanya terjadi di hari Minggu saja, karena libur sekolah kan hari Minggu.
****
“Setiap kali kakak dekat dengan kedua bocah ini, pikiran kakak menerawang jauh. Hati ini pun semakin gelap kalau sudah melihat mereka berdua. Tersusun rencana-rencana jahat yang bakal ditrapkan kepada mereka. Ih... serem nie kakak... lagi mode Raptor.”
Dengan rencana yang telah tersusun dengan rapi dan waktu yang telah di tetapkan makan rencana itu akan dilaksanakan. Perlahan aku mendekati kedua domba kecil itu yang sangat polos dan lugunya di dedepan TV yang sedang menyala. Dengan mengiming imingi jajan saja sambil mematikan TV yang sedang mereka tonton dari tadi paginya, maka rencana ini pun dimulai. Seperti biasa kalau mereka tidak ada tontonan maka mereka akan pergi keluar untuk main dan di saat itulah mereka aku ajak main di luar. Tak perlu main jauh-jauh, cuma sekitar rumah saja.
Berbekal jajanan dan cerita-cerita dan pengalaman bersama bocah yang cukup lama maka rencana itu pun dilaksanakan. Aku sudah siap untuk memulai rencana jahat ini. Rencana yang tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, rencana yang memulai dunia baruku di dunia kelam ini.
“Waktu itu kakak masih kelas VIII SMP dan Angga dan Wahyu barukelas I SD. Sungguh permainan yang tidak imbang ya? Kakak memang jahat ya... tapi mau bagai mana lagi, sudah tidak tahan nie. Mereka memanggil aku dengan sebutan om. Om yang jahat sama bocah ya kakak ini ya? Maaf ya... maaf kan kakak untuk yang sudah berlalu. Maaf. Maafkan om, Angga... Wahyu...”
****

“Bila kejenuhan yang semakin memuncak dan tak ada solusi yang tepat di dapatkan, maka akan ada kehancuran yang akan terjadi tanpa ada seorang yang dapat mengarahkan dan membimbing. Anak-anak adalah makhluk yang rapuh dan target empuk untuk om-om predator yang siap siaga memangsa bocah kapan pun.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar