Sepertinya kejadian itu makin sering saja terjadi dalam hidupku, aku, Angga
dan Wahyu. Aku tahu semua ini sudah salah dan nggak wajar, tapi bagaimana lagi
kalau aku sudah tidak bisa menahan gejolak ini. Aku sudah hilang arah.
Sekali...
Dua kali...
Tiga kali...
Dan setrusnya...
Wah... hidupku ini semakin kacau saja, apa lagi semenjak dia juga masuk
kedalam hidupku ini.
Dia...
Siapakah dia ya?
Dia adalah orang yang paling lama dan paling dekat denganku apa lagi dalam
masalah ini.
“Udin.”
****
Masih tergambar jelas dalam kepala ini awal kali aku memulai kisah ini
bersamanya. Walau aku sudah mengenalnya jejak kelas 2 SD, tapi kisah ini
bermula saat aku duduk kelas 2 SMP.
“Fahrudin... engkau suka dan dukaku. Maafkan aku.”
****
Jauh sebelum kisah ini aku memang biasa akrab dengan anak-anak. Setiap
sepulang sekolah SD aku biasanya ada membelikan sesuatu untuk anak-anak
tetanggaku yang kebanyakan umuran mereka
di bawah aku semua walau ada juga yang di atasku meski tak banyak. Aku suka
memberi mereka permen yang ku beli di sekolah atau pun yang ku ambil saja dari
kios rumahku. Aku sayang mereka.
Udin, Erlang, Anggi, Awi, Alby, Wahyu, Angga, Putra... aku sangat sayang
mereka semua.
Menghabiskan uang jajanku untuk memberikan mereka es krim, permen atau snak
lainnya sudah biasa menurutku. Mereka adalah kebanggaanku walau pada akhirnya
aku juga yang merusak mereka semua.
Maafkan aku...
****
Beberapa hari lagi si Udin mau di sunat, sekarang dia sudah kelas 6 SD.
Waktu itu aku membawa dia berkeliling kampung, kami berkeliling menyusuri
hamparan hijau sawah. Cuaca yang terik ditambah dengan terpaan angin yang
lembut menerpa wajah ini. Jalan-jalan sore sama si Udin dengan mengendarai
sepeda motor Vega ZR punya kakak laki-laki aku. Sangat menyenangkan dan
mengasyikan.
Singgah di rumah bibik dan parkir sepeda motor dan pergi ke kubun abi bersama
si Udin. Kebun abi di tengah persawahan, banyak pepohonan yang tumbuh dan
ditanam di sana seperti pohon rambutan, mangga, pisang dan lainnya. Walaupun
tidak lagi musim apa pun di kebun, aku tetap membawa Udin ke kebun. Ada sesuatu
hal yang ingin ku perbuat di sana, aku dan Udin.
****
Ada satu trik yang ku gunakan untuk menjerat si Udin kali ini. Aku
pura-pura pipis di sampinya yang sebenarnya ya pipis beneran sih. Dia juga
pipis tepat di sebelah aku pipis, tapi sambil lirik si otong aku. Sepertinya dia
sangat tertarik memperhatikan si otong aku. Matanya seperti tidak berkedip
memperhatikan si otong aku.
Setelah selesai pipis aku kembali menyarungkan si otongku. Kita cerita ini
itu dan akhirnya sampai jug ake materi yang dinanti. Materi sebentar lagi dia
sunat. Apa sudah berani?
Udin dengan percaya diri dia udah siap disunat. Aku cuma kasi penjelasan aja
tentang ini itu seputar sunatan. Akhirnya aku pinta dia untuk perlihatkan
tititnya dan dia pun keluarkan tititnya.
“Wah... titit Udin yang selama ini kakak belum
pernah liat. Sekarang jadi mainan kakak nie, masih belum disunat nie. Kakak rada
aneh ya terobsesi sama titit. Hehehe....”
Pegang-pegang titit Udin setelah dia keluarkan dari celananya. Aku menjelaskan
ini itu, bagianmana nanti yang dipotong. Pokoknya puas pegang-pegang titit Udin
secara langsung. Selanjutnya aku biarkan si Udin liat si otongku dengan jelas
dan boleh pegang juga sama seperti dia. Terus aku kasi dia untuk lihat yang
mana itu air mani dengan bantuan tangannya pegang si otong.
Wih... melelahkan.
Tapi bukan lelah karena bis kerja berat. Tapi ini lelah karena sesuatu
perkara yang besar.
“Aku sayang kamu Udin.” Itu yang terbersit dalam hatiku.
Setelah itu beres-beres dan pulang.
Jalan-jalan sore yang menyenangkan bersama Udin walau nggak ada juga sesuatu
yang dibawa dari kebun abi. Tapi aku senang banget karena aku bawa kebahagiaan.
****
“Hati yang kotor mendorong otak ini untuk berbuat
kriminal. Selalu ada saja celah dan jalan untuk otak ini menghabisi mangsanya. Apabila
hati ini kotor, maka kotorlah perbuatannya.”
Kerenn kaka .. lanjuttt ^-^
BalasHapusSalam kenal
Terimakasih adek udah berkunjung ke blog kakak ya...
HapusSalam kenal juga ya...