“Pangeran kecil kakak si Udin sebentar lagi di
sunat dan hari yang sebelumnya juga sangat menyenangkan bersamanya saat berdua
bersamanya di kebun abi. Setelahnya juga kakak melakukan hal yang sama dengan
si Erlang di lokasi yang sama dan trik yang sama. Wah... kakak benar-benar
sudah menggarap dua kakak beradik itu. Hihihihihihi......”
Sunat ya...
Sudah berani nggak mereka ya?
Kita lihat aja ya!
Aku sudah tidak sabar lihat prosesi sunatan mereka.
****
Di malam yang rame dan riuh ini Udin dan Erlang mau di sunat. Kira-kira
siapa yang bakal disunat dahulu ya?
Melihat mereka saling dorong dan mempersilahkan satu sama lain, membuat
yang hadir dalam prosesi sunat itu menjadi ceria. Aku pun ikut tersenyum
melihat tingkah mereka.
Mereka memeng masih bocah ya?
Sepertinya mereka masih agak merasa takut, walau akhirnya si Udin sebagai
seorang kakak menyerahkan diri duluan untuk di sunat.
Terlihat wajah yang waswas bercampur dengan gelisah terpancar dari matanya.
Aku tahu kalau si Udin sebenarnya masih takut, tapi dia sebagai seorang kakak
dia harus memberikan contoh teladan bagi adiknya. Seolah-olah dia ingin berkata
“Ini, aku berani. Jangan takut dek, santai aja.” Begitulah kira-kira.
Dengan gagah berani si Udin menanggalkan celananya di hadapan mantri sunat.
Terlihat otong milik Udin yang tak asing lagi bagiku. Masih lucu seperti
sebelumnya, tapi mulai dari sekarang akan berubah bentuk menjadi bentuk
kedewasaan.
Selanjutnya prosesi sunat pun dilaksanakan dan si Udin melihat sendiri
bagai mana prosesi itu berlangsung. Dengan alunan musik dangdut di luar rumah
membuat suasana menjadi sedikit heboh. Maklumlah, orang tua si Udin sedang
mengadakan hajatan kecil dan mengundang warga-warga desa untuk ikut berhadir
dan memeriahkan hari bahagia ini. Tak lama setelahnya prosesi sunatan itu pun
selesai. Sekarang giliran si Erlang dan sepertinya dia masih takut tapi dia
juga memberanikan diri sampai selesai prosesi sunatan itu tapi pada akhirnya
dia muntah dan wajahnya pucat, mungkin karena takut.
****
Waktu berjalan dengan cepatnya dan si Udin pun telah sembuh dari bekas
sunatnya. Udin dan Erlang sudah bisa main, naik sepeda dan yang lain-lain
seperti anak yang lainnya. Mereka adalah dua kakak beradik yang menarik untuk
diperhatikan.
Di waktu sore hari aku sedang berada di gudang yang bertepatan di samping
rumahku. Ruangan yang tak begitu lebar yang penuh dengan peralatan yang tidak
terpakai tapi mungkin sayang abi untuk membuangnya. Ruangan itu tidak begitu
luas, sekitar 2x3 meter mungkin dan terdapat dipan kecil di dalamnya yang
terbuat dari kayu. Abi juga sering tiduran di situ. Ada seseorang bocah yang
menghampiriku di sana dan wajh bocah itu tak asing lagi di mataku.
Udin...
****
“Om... minta duit om!” si Udin menyamperiku dan langsung to the point.
Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Sebenarnya ini adalah sesuatu yang
biasa bagi anak-anak di kampungku, yaitu minta duit kepadaku. Aku biasa
memberikan duit sekedarnya untuk jajan mereka, karena aku sangat sayang dengan
mereka dan aku juga memanjakan mereka. Tidak ada anak atau bocah di kampungku
yang tidak ku kenal namanya dan tidak akrab samaku, semuanya kenal dan sangat
akrab denganku. Bocah mana sih yang tidak mau disayang dan dimanja? Pasti semua
bocah suka diperlakukan seperti itu. Begitu juga dengan si Udin.
“Eh... boleh. Tapi ada syaratnya kalau mau minta
duit.” Candaku iseng.
“Apa?” tanya Udin.
Apa ya yang cocok sebagai syarat si Udin kalau dia minta duit nie?
Binggo.... dapat ide nie.
Sekarang kan si Udin sudah sunat dan dia sudah memasuki dan mau diakui
sebagai orang yang dewasa, jadi persyaratannya adalah apakah dia benar-benar
sudah dewasa apa belum. Hihihihi...
Bagaimana cara ngetesnya ya?
“Udin sudah bisa keluar mani apa belum? Kalau
sudah om kasi duit.” Begitu
persyaratanku.
“Beneran om?” tanyanya lagi.
“Iya.” Jawabku.
Aku ajak dia masuk ke dalam gudang tempat penyimpanan barang yang tadi
sudah ku jelaskan terus ku tutup pintunya.
Next...
Perlahan Udin membuka resleting celananya. Dan merusahan menglurkan
otongnya dengan bentuk yang berbeda dengan yang sebelumnya ku lihat di kebun
abi. Ukurannya juga agak bertambah perkiraan aku. Dan Udin memulai aksinya,
mengocok-ngocok tititnya.
Aku hanya bisa melihatnya melakukan itu. Udin duduk di kananku di dipan
dalam gudang. Lumayang lama dia melakukan aksinya itu sampai akhirnya dia lelah
melakukannya dan dia bingung harus buat apa. Kalau dia berhenti sekarang dan
menyerah tandanya dia tidak akan dapat apa-apa dari yang dimintanya tadi, tapi
kalau dilanjutkan juga dia juga sepertinya nggak yakin kau bisa mengeluarkan sesuatu
yang ku pinta tadi. Sungguh pertaruhan yang tidak seimbang menurutku.
Dengan sedikit frustasi ku katakan kepada Udin.
“Sini biar om yang bantu kocokin.” Tintaku sambil menyinggirkan tangannya
dari otongnya.
Aku langsung mengkocok si otong milik si Udin. Dia memperhatikan sambil
mencoba menikmati permainan itu, atau dia belum bisa merasakan enaknya
dikocokin?
Apa pun itu aku kerjakan sesuatu yang aku suka.
Perlahan aku mengocok otong si Udin dan lumayang terasa pegel juga nie
tangan tanpa ada tanda-tanda dia mau keluar. Dan aku juga bosan melakukan itu
dan aku juga akhirnya ngocok juga di sampingnya tapi Udin yang kocok si Otongku
dan bergantian aku juga kokcok otongku akhirnya. Cukup lama dan aku sudah tidak
bisa menahan lagi sesuatu yang hendak keluar dari dalam tubuhku. Suatu yang
nikmat yang terpancar kencang bebas begitu saja ke udar. Cairan putih kental
telah mengakhiri permainanku.
Time is over...
Permainan selesai dan aku sarungkan kebali si otong kedalam sarangnya. Sedikit
kecewa dan kecewa lebih besar dimiliki si Udin karena aku bakal tidak penuhi
permintaannya. Kalau sesuai perjanjin sih seperti itu. Kasihanya? Aku dah capek
dan ingin meninggalkan tempat itu, tinggalkan si Udin dengan kekecewaannya.
****
“Haduh... aku jahat banget ya...”
“Betapa kejamnya dunia ini.”
Apakah usaha Udin yang barusan menjadi sia-sia? Apa ada suatu keajaiban
atau trik untuk ini? Yang pastinya Udin sangat kecewa. Hahahaha...
****
“Om... aku mau buat persyaratan baru.” Ucapan itu terlontar begitu saja dari
mulut Udin.
“Apaan?” jawabku.
“Aku mau emut titit om kalau aku dikasi duit nanti.” Udin
mempertegas persyaratan barunya.
What? Jantung ini berdebar rasanya mendengar perjanjian baru yang
dibuatnya. Terima nggak ya?
****
“Seorang pemenang itu adalah seorang yang tidak
putus asa dan terus mencoba. Kalau mengalami kegagalan, ya... tinggal coba lagi
sampai mendapat hasil yang diinginkan. Intinya tidak menyerah dengan keadaan
ini, maka kita akan dapatkan yang kita inginkan.”
Kenapa cerita abang jadi kayak gini...(๑•́ ₃ •̀๑)
BalasHapusMaaf, emang begitu kehidupan abang waktu itu.
BalasHapusMaaf ya....
Hehehehehe....
Engga apa apa bang (✿ *´ `*)
HapusHehehehe...
BalasHapusSip dah Obi...