Setelah mengenyam pendidikan 6
tahun di SD, akhirnya aku bisa masuk smp favorit di daerahku. Rasa senang dan
bahagia menyelimuti hati ini karena namaku terpampang jelas di papan pengumuman
sekolah tersebut, tetapi aku juga sedih karena ternyata sahabatku yang selalu
bersamaku di SD tidak ikut lulus bersamaku. Aku tidak menemukan namanya di
papan pengumuman itu, yang menandakan tahun ini aku tidak lagi satu sekolah
atau pun satu kelas dengannya lagi. Aku senang masuk smp favorit dan sedih
karena dan sedih karena sahabatku tidak bersamaku lagi untuk jalani masa smp
ini. Tapi beginilah hidup, tidak selamanya yang kita inginkan dapat kita semua.
Inilah yang namanya kehidupan.
Masa Orientasi Siswa atau yang simpel disebut MOS merupakan kegiatan yang dilakukan pada setiap awal tahun ajaran baru. Setiap siswa baru dikelompokkan berdasarkan kelasnya oleh beberapa kakak senior. Kakak-kakak senior biasanya menyuruh kami siswa-siswi baru untuk berbaris, bermain game di tengah lapangan sekolah yang mereka pandu dan saling memperkenalkan diri di depan kelas. Para senior membimbing kami dalam beberapa hari sebelum KBM (kegiatan belajar mengajar) berlangsung. Sangat menyenangkan kegiatan itu karena waktu itu tahun 2002, jadi mungkin berbeda dengan tahun sekarang ini di 2015 yang terdengar sadis dan terkadang bisa dikatakan tidak layak. Satu hal yang tidak ku sukai dalam kegiatan ini, aku tidak menyukai keputusan kakak-kakak senior yang mengangkatku sebagai ketua kelas.
“What? Ketua kelas? Kakak
bahkan sudah bosan jadi ketua kelas karena semasa SD kakak sudah menjadi ketua
kelas dari kelas 1 SD sampai kelas 5 SD.
Hadeh... Ini bukan waktu yang singkat, kenapa sekarang ditambah lagi jadi ketua
kelas smp lagi? Hah... Kayaknya enggak banget deh!”
Apa yang mau dikata, aku tidak
bisa menolak keputusan kakak-kakak senior itu. Aku tidak tahu mengapa mereka
menunjukku sebagai ketua kelas. Kalau dari postur tubuh, aku termasuk anak
laki-laki yang berbadan kecil di antara kami sekelas. Kalau penilaian yang lain
aku tidak tahu pasti, tapi jabatan ini tidaklah bisa ku lepas begitu saja. Aku
membenci posisiku walau aku harus menjalaninya.
****
Setelah masa orientasi dan KBM
dimulai, aku akrab dengan beberapa teman sekelasku. Aku merasa kelas ini sangat
menyenangkan dengan teman-temanku yang
biasa akrab denganku, tetapi tidak semua. Satu orang anak nakal ada di
kelasku dan dia terkadang bisa mempengaruhi bebebrapa teman yang lain. Aku itu
berbadan tegap tinggi dan berkulit putih, rambut sedikit pirang seperti orang
belanda dengan logat jawa. Anak itu bernama heri dan dia sangat senang
menggangguku dan mengintimidasiku. Tiada hari tanpa lepas dari gangguannya dan
aku merasa dunia ini begitu sempit jadinya.
“Apakah ini disebut bully?
Oh... Masa smp kakak yang sangat tragis dengan kehadirannya. Seribu kawan
terlalu sedikit, tetapi satu musuh itu sudah cukup banyak untuk kakak. Aduh...
Kakak benci kalau harus di bully setiap hari.”
Dibully hampir setiap hari di
kelas dan di luar kelas. Aku sangat lemah dan penakut membuat mereka
semena-mena menggangguku setiap harinya dan aku membenci mereka. Mereka telah
membuat duniaku menjadi sempit dan aku tidak tahan dengan semua ini. Walau aku
ketua kelas, tetapi aku tak ada daya upaya untuk melawan si heri.
“Eits... Penderitaan kakak
tidak hanya sampai di sini loh, tapi ternyata sekolah smp favorit ini banyak
koleksi guru-guru yang killer. Waduh... Gawat nie!”
Akhirnya setiap sepulang sekolah
atau merasa jengkel dengan kehidupanku di sekolah dan selalu merasa dihantui
wajah si heri yang nakal itu. Aku biasanya pergi ke rental playstation untuk
bermain game dan melepas penatku di sekolah sebelum aku mendapat masalahku yang
lain di rumah. Aku tak bisa apa-apa karena langkah mudaku yang rapuh.
“Wahai adikku! Tidak semua
yang kita inginkan dapat kita raih semua. Hidup adalah proses. Pahit dan
manisnya hidup ini harus kita lalui dalam proses pembelajaran menuju masa depan
yang lebih baik. Perhatikan dan maksimalkan prosesnya untuk hasil yang lebih maksimal.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar